div.redmenu{ background:#9A0000 url(https://lh3.googleusercontent.com/-zkvIc1a5Oqc/Uiv9v_LY_LI/AAAAAAAAGG0/_pQzW04tfXM/h120/bg1.gif); border:1px solid #000; font-size:0; } div.redmenu a{ display: inline-block; padding: 0 20px; background-image: url(https://lh3.googleusercontent.com/-V421OopKYKk/Uiv9wFXb3QI/AAAAAAAAGG8/elEEpjz9NRg/h108/bg.gif); color:#fff; text-decoration:none; font: bold 12px Arial; line-height: 32px; } div.redmenu a:hover, div.redmenu a.current{ background-position:0 -60px; } div.redmenu a.end{ width:2px; padding-left:0;padding-right:0; }

Kuning

Selasa, 08 Desember 2015

Memeluk Bayangmu

Saat senja tiba bergemilang cahaya
Langitnya indah berlenterakan bunga bunga
Tepercik sinar di gelapnya ruangku
Yang kemudian hilang bersama kepingan fatamorgana

Au tersungkur dalam sebuah pilu
Yang selalu kutatap dalam tiap langkah
Di ruang rindu ini
Aku menangis memeluk bayangmu


By : Sulistia Ningsih Limbong

Sabtu, 05 Desember 2015

Corynebacterium diphtheria



Corynebacterium diphtheriae





Abstrak
Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di alam, bakteri ini terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering kali diderita oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau penisilin untuk membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin DPT. 


Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Bacteria
Filum      : Actinobacteria
Ordo       : Actinomycetales
Familia    : Corynebacteriaceae
Genus      : Corynebecterium
Spesies    : Corynebacterium diphtheriae



Nama Binomial
Corynebacterium diphtheriae
Kruse, 1886



Morfologi dan Identifikasi
Korinebakteria berdiameter 0,5 – 1 µm dan panjangnya beberapa mikrometer. Ciri khas bakteri ini adalah pembengkakan tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti ”gada”. Di dalam batang tersebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula yang dapat diwarnai dengan jelas dengan  zat warna anilin (granula metakromatik) yang menyebabkan batang tersebut berbentuk  seperti tasbih. Tiap korinebakteria pada sediaan yang diwarnai cenderung terletak paralel atau membentuk sudut lancip satu sama lain. Percabangan jarang ditemukan dalam biakan.




Penentu Patogenitas
Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang berbeda, yaitu
1. Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa jenis pili. Toksin difteri juga mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan.
2. Toxigenesis : produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis, sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka pendek di lokasi kolonisasi.



Patogenesis
Di alam, Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka- luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin. Pembentukan toksin ini secara in vitro terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi 0,14 µg/ml perbenihan tetapi benar-benar  tertekan pada 0,5 µg/ml. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat mematikan pada dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida (jika ada NAD) dengan menghentikan aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan untuk translokasi polipeptidilRNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan mengkatalisis reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks adenosin difosfat-ribosa-EF-2m yang tidak aktif. Diduga  bahwa efek nekrotik dan neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang mendadak.


Patologi
Toksin difteria diabsorbsi ke dalam selaput mukosa dan menyebabkan destruksi epitel dan respons peradangan superfisial. Epitel yang mengalami nekrosis tertanam dalam eksudat fibrin dan sel-sel darah merah dan putih, sehingga terbentuk ”pseudomembran” yang berwarna kelabu –yang sering melapisi tonsil, faring, atau laring. Setiap usaha untuk membuang pseudomembran akan merusak kapiler dan mengakibatkan pendarahan. Kelenjar getah bening regional pada leher membesar, dan dapat terjadi edema yang nyata di seluruh leher.
Corynebacterium diphtheriae dalam selaput terus menghasilkan toksin secara aktif. Toksin ini diabsorbsi dan menakibatkan kerusakan di tempat yang jauh, khususnya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak, dan nekrosis otot jantung, hati, ginjal, dan adrenal, kadang-kadang diikuti oleh pendarahan hebat. Toksin juga mengakibatkan kerusakan syaraf yang sering mengakibatkan paralisis palatum molle, otot-otot mata, atau ekstremitas.



Penyakit
Corynebacterium diphtheriae menyebabkan infeksi akut yang dikenal dengan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama terutama laring,  amandel dan tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.
Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil, sakit kepala, suara parau, nyeri menelan, dan nyeri otot. Juga sering terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di leher.


Gambaran klinis
Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada tempat penyakit.
1) Anterior nasal difteri : Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen (berisi baik lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.
2) Pharyngeal dan difteri tonsillar : Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala termasuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat, denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10 hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.
3) Difteri laring : Difteri laring dapat berupa perpanjangan bentuk faring. Gejala termasuk demam, suara serak, dan batuk menggonggong. Membran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.
4) Difteri kulit : Difteri kulit cukup umum di daerah tropis. Infeksi kulit dapat terlihat oleh ruam atau ulkus dengan batas tepi dan membran yang jelas. Situs lain keterlibatan termasuk selaput lendir dari konjungtiva dan daerah vulvo-vagina, serta kanal auditori eksternal.
Kebanyakan komplikasi difteri, termasuk kematian, yang disebabkan oleh pengaruh toksin terkait dengan perluasan penyakit lokal. Komplikasi yang paling sering adalah miokarditis difteri dan neuritis. Miokarditis berupa irama jantung yang tidak normal dan dapat menyebabkan gagal jantung. Jika miokarditis terjadi pada bagian awal, sering berakibat fatal. Neuritis paling sering mempengaruhi saraf motorik. Kelumpuhan dari jaringan lunak, otot mata, tungkai, dan kelumpuhan diafragma dapat terjadi pada minggu ketiga atau setelah minggu kelima penyakit.
Komplikasi lain termasuk otitis media dan insufisiensi pernafasan karena obstruksi jalan napas, terutama pada bayi. Tingkat fatalitas kasus keseluruhan untuk difteri adalah 5% -10%, dengan tingkat kematian lebih tinggi (hingga 20%). Namun, tingkat fatalitas kasus untuk difteri telah berubah sangat sedikit selama 50 tahun terakhir.


Cara Penularan
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.


Diagnosis
Diagnosis klinik difteri tidak selalu mudah ditegakkan oleh klinikus- klinikus dan sering terjadi salah diagnosis. Hal ini terjadi karena strain C. Diphtheriae baik yang toksigenik maupun nontoksigenik sulit dibedakan, lagipula spesies Corynebacterium yang lain pun secara morfologik mungkin serupa. Karena itu bila pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan kuman khas difteri, maka hasil presumtif adalah: ditemukan kuman-kuman tersangka difteri. Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan diagnosis laboratorium secara mudah, cepat, dan dengan hasil yang dipercaya untuk membantu klinikus. Walaipun demikian, diagnosis laboratorium harus dianggap sebagai penunjang bukan pengganti diagnosis klinik agar penanganan penyakit dapat cepat dilakukan. Hapusan tenggorok atau bahan pemeriksaan lainnya harus diambil sebelum pemberian obat antimikroba, dan harus segera dikirim ke laboratorium.


Pengobatan
Antitoksin difteri diproduksi dari kuda, yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 1891. Pengobatan difteri dilakukan dengan pemberian antitoksin yang tepat jumlahnya dan juga cepat. Antitoksin dapat diberikan setelah diagnosis presumtif keluar, tanpa perlu menunggu diagnosis laboratorium. Hal ini dilakukan karena toksin dapat dengan cepat terikat pada sel jaringan yang peka, dan sifatnya irreversibel karena ikatan tidak dapat dinetralkan kembali. Jadi penggunaan antitoksin bertujuan untuk mencegah terjadinya ikatan lebih lanjut dari toksin dalam sel jaringan yang utuh dan akan mencegah perkembangan penyakit.
Selain antitoksin, umumnya diberi Penisilin atau antibiotik lain seperti Tetrasiklin atau Eritromisin yang bermaksud untuk mencegah infeksi sekunder ( Streptococcus) dan pengobatan bagi carrier penyakit ini. Pengobatan dengan eritromisin secara oral atau melalui suntikan (40 mg / kg / hari, maksimum, 2 gram / hari) selama 14 hari, atau penisilin prokain G harian, intramuskular (300.000 U / hari untuk orang dengan berat 10 kg atau kurang dan 600.000 U / sehari bagi mereka yang berat lebih dari 10 kg) selama 14 hari


Pencegahan
Pencegahan infeksi bakteri ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan tidak melakukan kontak langsung dengan pasien terinfeksi. Selain itu, imunisasi aktif juga perlu dilakukan. Imunisasi pertama dilakukan pada bayi berusia 2-3 bulan dengan pemberian 2 dosis APT (Alum Precipitated Toxoid) dikombinasikan dengan toksoid tetanus dan vaksin pertusis. Dosis kedua diberikan pada saat anak akan bersekolah.Imunisasi pasif dilakukan dengan menggunakan antitoksin berkekuatan 1000-3000 unit pada orang tidak kebal yang sering berhubungan dengan kuman yang virulen, namun penggunaannya harus dibatasai pada keadaan yang memang sanagt gawat. Tingkat kekebalan seseorang terhadap penyakit difteri juga dapat diketahui dengan melakukan reaksi Schick.

SIFAT-SIFAT KIMIA DAN METABOLISME KARBOHIDRAT




BIOKIMIA
SIFAT-SIFAT KIMIA DAN METABOLISME KARBOHIDRAT 





SULISTIA NINGSIH LIMBONG
 
P07534014092

B



POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI KEMENKES MEDAN

ANALIS KESEHATAN

2014/2015





KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk berkat dan penyertaanNya, karna atas izinNya penulis mampu menyelesaikan tugas Biokimia dengan materi Sifat Kimia dan Metabolisme Karbihidrat.
Dalam penyusunan tugas atau makalah ini, tidaklah berjalan denagn begitu mudahnya, sehingga saya selaku penulis dangatlah merasa bahea masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun materi mengingat akan kemampuan ynag saya miliki. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
                Terimakasih juga untuk pihak-pihak ynag telah mendukung dan membantu dalam memperoleh informasi mengenai materi terkait.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




                                                                                                            Medan,  18 April 2015



                                                                                                                                                Penulis.







DAFTAR ISI

Sampul Halaman.................................................................................................................      i
Kata Pengantar....................................................................................................................      ii
Daftar Isi..............................................................................................................................      iii
BAB I....................................................................................................................................      1
PENDAHULUAN....................................................................................................................      1
       1.1 Latar Belakang.......................................................................................................      1
       1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................      1
       1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................      1
BAB II...................................................................................................................................      2
PEMBAHASAN......................................................................................................................      2
       2.1 Pengertian Karbohidrat..........................................................................................      2
       2.2 Klasifikasi Karbohidrat............................................................................................      2
              2.2.1 Monosakarida..............................................................................................      2
              2.2.2 Disakarida....................................................................................................      3
              2.2.3 Polisakarida..................................................................................................      4
       2.3 Sifat Sifat Kimia Karbohidrat..................................................................................      4
              2.3.1 Sifat Mereduksi............................................................................................      5
              2.3.2 Pembentukan Furtural.................................................................................      6
              2.3.3 Pembentukan Osazon...................................................................................      6
              2.3.4 Pembentukan Ester......................................................................................      6
              2.3.5 Isomerisasi Isomerisasi/ Transformasi Lobry de Bruin van Eckenstein.............       6
                   2.3.6 Pembentukan Glikosida...................................................................................       6

             
       2.4 Metabolisme Karbohidrat......................................................................................      6
BAB III..................................................................................................................................     
KESIMPULAN........................................................................................................................     








BAB I
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita melakukan aktifitas, baik ynag telah merupakan kebiasaan, misalnya berdiri, mandi, berjalan, makan dan sebagainya atau yang haya kadang-kadang saja kita lakukan. Untuk melakukan aktifitas itu, kita memerlukan energi. Energi ynag kita perlukan itu kita peroleh dari bahan makanan yang kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga kelempok utama, yaitu karbohidrat, protein dan lemak atau lipid.
Energi yang terkandung dalam karbohidrat itu pada dasarnya berasal dari energi matahari. Ksrbohidrat dalam hal ini, glukosa dibentuk dari karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Selanjutnya glukosa yang terjadi diubah menjadi amilum dan disimpan pada bagian lain misalnya pada buah atau umbi. Proses pembentukan glukosa dari karbon dioksida dan air ini disebut proses fotosintesis.


1.2          Rumusan masalah
1      Apa pengertian karbohidrat dan kaitannya dengan kebutuhan manusia ?
2      Bagaimana klasifikasi karbohidrat itu ?
3      Bagaimanakah sifat kimia karbohidrat itu ?
4      Bagaimakah metabolisme karbohidrat itu ?



1.3          Tujuan penulisan
1      Memenuhi tugas matakuliah biokimia.
2      Untuk mengetahui klasifikasi karbohidrat.
3      Untuk mengetahui sifat – sifat karbohidrat.
4      Untuk mengetahui metabolisme karbohidrat.







BAB II
PEMBAHASAN


2.1          Pengertian Karbohidrat
Secara biokimia,karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton,atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa tersebut bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya, istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n ,yaitu senyawa-senyawa yang  n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang mengandung nitrogen, fosforus, atau sulfur. Karbohidrat menyediakan kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh makhluk hidup.
Monosakarida, khususnya glukosa, merupakan nutrient utama sel. Misalnya, pada vertebrata, glukosa mengalir dalam aliran darah sehingga tersedia bagi seluruh sel tubuh. Sel-sel tubuh tersebut menyerap glukosa dan mengambil tenaga yang tersimpan di dalam molekul tersebut pada proses respirasi selular untuk menjalankan sel-sel tubuh. Selain itu, kerangka karbon monoksakarida juga berfungsi sebagai bahan baku untuk sintesis jenis molekul organic kecil lainnya, termasuk asam amino dan asam lemak. Sebagai nutrisi untuk manusia, 1 gram karbohidrat memiliki nilai energi 4 Kalori. Dalam menu makanan orang Asia Tenggara termasuk Indonesia, umumnya kandungan karbohidrat cukup tinggi, yaitu antara 70%-80%. Bahan makanan sumber karbohidrat ini misalnya padi-padian atau serealia (gandum dan  beras), umbi-umbian (kentang, singkong, ubi jalar), dan gula.


2.2          Klasifikasi Karbohidrat
Berbagai senyawa yang temasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya. Berbagai senyawa itu dibagi menjadi beberapa golongan pula,yaitu:

2.2.1         Monosakarida (Tetrosa)
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat lain. Monosakarida memiliki rasa manis. Monosakarida yang paling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton.
  
a.         Gliseraldehida (Aldotriosa)
Terdiri dari tiga atom karbon dan mempunyai gugus aldehida, yaitu glukosa dan galaktosa. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kea rah kanan.Glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah.Dalam darah manusia normal juga terdapat glukosa dalam jumlah yang tetap,yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa dapat bertambah setelah kita mengkonsumsi karbohidrat. Pada orang yang menderita Diabetes Mellitus, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah. Penderita diabetes mellitus yang sangat tinggi maka gula akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam system aliran darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal.
Galaktosa jarang terdapat bebas dalam alam.Umumnya berkaitan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu.Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air.Glukosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan.

b.         Dihidroksiaseton (Ketotriosa)
Terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton, yaitu fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa.

2.2.2         Disakarida
Disakarida merupakan krbohidrat yang terbentuk dari dua molekul monosakarida yang berikatan melalui gugus –OH dengan melepaskan molekul air. Disakaridan merupakan karbohidrat yang apabila dihidrilisis menghasilkan dua molekul monosakarida dengan rasa manis ynag lebih rendah dibandingakan denagan monosakarida, contohnya sukrosa, laktosa dan maltosa.
Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari,baik yang berasal dari tebu maupun dari bit.Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain,misalnya dalam buah nanas dan wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.
Laktosa yang dihidrolisis akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa, karena itu laktosa adalah disakarida. Laktosa mempunyai sifat mereduksi dan mutarotasi.dalam susu biasanya terdapat laktosa yang sering disebut gula susu. Pada wanita yang sedang dalam masa laktasi atau masa menyusui, laktosa kadang-kadang terdapat dalam urine dengan konsentrasi yang sangat rendah. laktosa mempunyai rasa yang kurang manis daripada glukosa. Laktosa tidak dapat diserap dari usus ke aliran darah, kecuali molekul ini dihidrolisis terlebih dulu menjadi monosakarida.Sedangkan pada orang yang intoleran terhadap laktosa, laktosa tetap tidak bisa terserap oleh usus sehingga menyebabkan diare berair ,aliran zat makanan pada usus menjadi abnormal dan sakit mulas.
Maltosa adalah suatu disakarida yang termasuk dari dua molekul glukosa.Maltosa mempunyai sifat mereduksi.Maltosa merupakan hasil antara dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan anzim.Maltosa mudah larut dalam air dan mempunyai rasa lebih manis daripada laktosa,tetapi kurang manis daripada sukrosa.

2.2.3         Polisakarida
Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida sebagai monomernya. Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal,tidak mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai sifat mereduksi, contohnya amilum, selulosa, glikogen dan dekstrin.
Amilum atau pati terdapat pada umbi,daun,batang dan biji-bijian. Batang pohon sagu mengandung pati yang setelah dikeluarkan dapat dijadikan bahan makanan rakyat di daerah Maluku. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa,yaitu amilosa dan amilopektin.
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas bisa dikatakan adalah selulosa. Meskipun selulosa tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh tubuh, namun selulosa yang terdapat sebagai serat-serat tumbuhan, sayuran atau buah-buahan, berguna untuk memperlancar pencernaan makanan.
Glikogen juga menghasilkan D-glukosa pada proses hidrolisis. Pada tubuh kita glikogen terdapat dalam hati dan otot. Hati berfungsi sebgai tempat pembentukan glikogen dari glukosa. Glikogen terdapat dalam otot digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam alam glikogen juga terdapat dalam kerang dan rumput laut.


2.3          Sifat-Sifat Kimia Karbohidrat
Sifat kimia karbohidrat berhubungan dengan gugus fungsi yang terdapat pada molekulnya, yaitu gugus –OH, gugus aldehida dan gugus keton.


2.3.1         Sifat mereduksi
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana basa. Sifat berbagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat reduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada pereaksi-peraksi tertentu, yaitu :

a.       Pereaksi fehling
Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain.
Contoh :
Pereaksi fehling terdiri atas dua larutan, yaitu larutan Fehling A dan laruatn Fehling B. Larutan Fehling A adalah laruatan garam  KNatartrat dan NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat.

b.      Pereaksi Benedict
Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat,natriumkarbonat dan natriumsitrat sehingga bersifat basa lemah. Biasanya diguanakan dalam pemeriksaan glukosa dalam urine.
Contoh :
Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O.

c.       Pereaksi Barfoed
Pereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air,dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida.
Contoh :
Mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga mengghasilkan warna biru yang menunjukkan adanya monosakarida.

2.3.2         Pembentukan Furtural
Pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu senyawa.Dalam larutan asam yang encer,walaupun dipanaskan,monosakarida umumnya stabil.Tetapi apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekat,monosakarida menhasilkan furfural atau derivatnya.furfural atau derivatnya dapat membentuk senyawa yang berwarna apabila direaksikan dengan naftol atau mitol,reaksi ini dapat dijadikan reaksi pengenalan untuk karbohidrat

2.3.3         Pembentukan Osazon
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas akan membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazin berlebih.Osazon yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat.

2.3.4         Pembentukan Ester
Adanya gugus hidroksil pada karbohidrat memungkinkan terjadinya ester apabila direaksikan denagn asam.Monosakarida mempunyai beberapa gugus –OH dan dengan asam fosfat dapat menghendakinya menghasilkan ester asam fosfat.Ester yang penting dalam tubuh kita adalah α-D-glukosa-6-fosfat dan α-D-fruktosa-1,6-difosfat.

2.3.5         Isomerisasi/ Transformasi Lobry de Bruin van Eckenstein
Glukosa dalam larutan basa encer akan berubah sebagian menjadi fruktosa dan manosa.Ketiga monosakarida ini ada dalam keadaan seimbang.Demikian pula jika yang dilarutkan itu fruktosa atau manosa,keseimbangan antara ketiga monosakarida akan tercapai juga.

2.3.6         Pembentukan Glikosida
Apabila glukosa direaksikandenagn metilalkohol,menghasilkan dua senyawa.Kedua senyawa ini dapat dipisahkan  satu dari yang lain dan keduanya tidak memiliki sifat eldehida.


2.4          Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme adalah keseluruhan proses kimiawi dalam tubuh organisme yang melibatkan energi dan enzim, diawali dengan substrat awal dan diakhiri produk akhir. Metabolisme dapat digolongkan menjadi dua, yakni proses penyusunan yang disebut anabolisme dan proses pembongkaran yang disebut katabolisme.



2.4.1      Glikolisis
   Glikogen adalah molekul polisakarida yang tersimpan dalam sel-sel hewan bersama dengan air dan digunakan sebagai sumber energi. Ketika pecah di dalam tubuh, glikogen diubah menjadi glukosa, sumber energi yang penting bagi hewan. Banyak penelitian telah dilakukan pada glikogen dan perannya dalam tubuh ,sejak itu glikogen diakui sebagai bagian penting dari sistem penyimpanan energi tubuh. \
Glikolisis adalah serangkaian reaksi biokimia di mana glukosa dioksidasi menjadi molekul asam piruvat. Glikolisis adalah salah satu proses metabolisme yang paling universal yang kita kenal, dan terjadi (dengan berbagai variasi) di banyak jenis sel dalam hampir seluruh bentuk organisme. Proses glikolisis sendiri menghasilkan lebih sedikit energi per molekul glukosa dibandingkan dengan oksidasi aerobik yang sempurna. Energi yang dihasilkan disimpan dalam senyawa organik berupa adenosine triphosphate atau yang lebih umum dikenal dengan istilah ATP dan NADH

2.4.2      Glikogeneis
  1. Tahap pertama adalah pembentukan glukosa-6-fosfat dari glukosa, dengan bantuan enzim glukokinase dan mendapat tambahan energi dari ATP dan fosfat.
  2. Glukosa-6-fosfat dengan enzim glukomutase menjadi glukosa-1-fosfat.
  3. Glukosa-1-fosfat bereaksi dengan UTP (Uridin Tri Phospat) dikatalisis oleh uridil transferase menghasilkan uridin difosfat glukosa (UDP-glukosa) dan pirofosfat (PPi).
  4. Tahap terakhir terjadi kondensasi antara UDP-glukosa dengan glukosa nomor satu dalam rantai glikogen primer menghasilkan rantai glikogen baru dengan tambahan satu unit glukosa.
·           Glukosa 6-fosfat dan glukosa 1-fosfat merupakan senyawa antara dalam proses glikogenesis atau pembentukan glikogen dari glukosa.
·           Proses kebalikannya, penguraian glikogen menjadi glukosa yang disebut glikogenolisis juga melibatkan terjadinya kedua senyawa antara tersebut tetapi dengan jalur yang berbeda seperti digambarkan pada Gambar dibawah.
·           Senyawa antara UDP-glukosa (Glukosa Uridin Difosfat) terjadi pada jalur pembentukan tetapi tidak pada jalur penguraian glikogen. Demikian pula enzim yang berperan dalam kedua jalur tersebut juga berbeda.


2.4.3      Glikogenesis
Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat. Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1-fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada reaksi kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.